Rabu, 08 Juni 2016

KONSERVASI ARSITEKTUR ROYAL PALACE


AJI MAULANA
20312520
4TB04

KONSEVARSI ARSITEKTUR ROYAL PALACE

KONSERVASI ROYAL PALACE
Gambar 1. Royal Palace
Royal Palace di Phnom Penh, Kamboja, adalah sebuah kompleks bangunan yang berfungsi sebagai kediaman kerajaan raja Kamboja. nama lengkap dalam bahasa Khmer adalah Preah Barum Reachea Veang Chaktomuk Serei Mongkol Benteng ini dibangun dengan proporsi yang monumental, yakni terdiri dari 40 benten pertahanan (bastion) yang berdiri tegak menakjubkan dalam formasi persegi yang mencolok. Dinding benteng setinggi 30 meter membentuk lingkaran dengan panjang mencapai 1.500 meter.
Raja Kamboja telah menduduki itu sejak dibangun di tahun 1860-an, dengan jangka waktu tidak adanya ketika negara datang ke dalam kekacauan selama dan setelah masa pemerintahan Khmer Merah.
Istana ini dibangun setelah Raja Norodom pindah ibukota kerajaan dari Oudong ke Phnom Penh pada pertengahan abad ke-19. Itu dibangun di atas sebuah benteng tua yang disebut Banteay Kev. Wajah terhadap Timur dan terletak di tepi Barat divisi salib Sungai Tonle Sap dan Sungai Mekong disebut Chaktomuk (kiasan untuk Brahma).

Gambar 2. Interior Royal Palace
Pembentukan Royal Palace di Phnom Penh pada 1866 adalah peristiwa yang relatif baru dalam sejarah Khmer dan Kamboja. Kursi kekuasaan Khmer di wilayah tersebut beristirahat di atau dekat Angkor utara Besar Tonle Sap Lake dari 802 AD sampai awal abad ke-15. Setelah pengadilan Khmer pindah dari Angkor di abad ke-15 setelah dihancurkan oleh Siam, pertama kali menetap di Phnom Penh yang saat itu dinamakan sebagai Krong Chatomok Serei Mongkol (Khmer: ក្រុង ចតុមុខ សិរីមង្គល) pada 1434 (atau 1446) dan tinggal selama beberapa dekade, tetapi dengan 1494 telah pindah ke Basan, dan kemudian Longvek dan kemudian modal Oudong.The tidak kembali ke Phnom Penh sampai abad ke-19 dan tidak ada catatan atau sisa-sisa dari setiap Royal Palace di Phnom Penh sebelum abad ke-19. Pada tahun 1813, Raja Ang Chan (1796-1834) dibangun Banteay Kev (yang "Crystal Citadel ') di situs Royal Palace saat ini dan tinggal di sana sangat singkat sebelum pindah ke Oudong. Banteay Kev dibakar pada tahun 1834 ketika tentara Siam mundur diratakan Phnom Penh. Tidak sampai setelah pelaksanaan Protektorat Perancis di Kamboja pada 1863 bahwa ibukota dipindahkan dari Oudong ke Phnom Penh, dan Royal Palace saat didirikan dan dibangun.
Gambar 3. Bangunan Royal Palace
The Royal Palace memiliki beberapa modifikasi besar untuk bangunan dari waktu ke waktu; hampir semua bangunan era Raja Norodom telah dihancurkan sepenuhnya. ruang tamu Raja (tertutup untuk umum) juga telah mengalami perubahan besar. Pada tahun 1960 atas perintah Queen Kossamak ini Pagoda Perak dibangun kembali karena struktur penuaan asli terlalu lemah untuk berdiri. istana selalu menjadi atraksi wisata yang populer di Phnom Penh. Pengunjung dapat berkeliling kompleks Pagoda Perak  dan senyawa pusat yang berisi Throne Hall  dan Chan Chhaya Pavilion. ruang tamu Raja, yang benar-benar memakan setengah dari total wilayah istana tanah, termasuk Khemarin Palace, Villa Kantha Bopha, Serey Mongkol Pavilion, kebun kerajaan, dan sejumlah bangunan lain dan paviliun, ditutup untuk umum.


DAFTAR PUSTAKA



KONSERVASI ARSITEKTUR BENTENG DERAWAR


AJI MAULANA
20312520
4TB04

KONSEVARSI ARSITEKTUR BENTENG DERAWAR

KONSERVASI BENTENG DERAWAR
Gambar 1. Benteng Derawar

Benteng Derawar Benteng Derawar adalah daerah yang dikelilingi tembok besar yang melambangkan kemegahan dari zaman kuno. Namun para arsitek saat itu telah mampu mengembangkan konsep kekuatan - kekuatan yang terletak pada dinding besar yang mereka pikir harus menjadi solusi terbaik untuk perlindungan terhadap fenomena cuaca dan mata jahat dari musuh-musuh mereka. Waktu telah membuktikan efikasi benteng bahkan setelah rentang waktu lebih dari 1100 tahun, benteng Derawar tetap megah berdiri seperti baru dibangun kemarin hari.

Benteng ini dibangun dengan proporsi yang monumental, yakni terdiri dari 40 benten pertahanan (bastion) yang berdiri tegak menakjubkan dalam formasi persegi yang mencolok. Dinding benteng setinggi 30 meter membentuk lingkaran dengan panjang mencapai 1.500 meter.

Gambar 2. Eksterior Benteng
Derawar adalah benteng tertua dan sumber air tunggal di padang pasir luas Cholistan. Benteng besar dengan menara yang kuat adalah unik, mengesankan dan dan menginspirasi - benteng ini dapat terlihat dari jarak bermil-mil. Besar penopang menambah kemuliaan dan rasa perlindungan, dan itulah yang menjadi tujuan Pangeran Dew Rawal ketika ia memerintahkan pembangunan struktur ini di tahun 852 AD.

Dev Rawal adalah Raja Bhatti dari Jaisalmir, memerintahkan untuk membangun secara kolosal sebuah benteng di sekitar pohon yang diyakini suci dan untuk melindungi ternak dari serangan serigala. Pangeran Jaisalmir memagar pohon misteri demi perlindungan dari semak suci yang masih dapat ditemukan di halaman benteng. Terlepas dari legenda ini, benteng dibangun dengan kokoh dan membantu para penguasa untuk bertahan dari serangan luar.

Arsitektur benteng ini lebih berorientasi eksterior menandakan benteng ini dibangun lebih untuk pertahanan dibandingkan dengan benteng-benteng lain. Adanya interior seperti pada benteng benteng yang menggambarkan sikap mewah para penguasa yang terobsesi dengan kemegahan dan pemborosan, karena interior adalah elemen dekoratif.
Gambar 3. Bagian Benteng

Dalam konstruksi benteng Derawa, dinding eksterior menggunakan batu bata yang dibakar. Diyakini batu batu ini dibawa dari uch Sharif tetapi tidak diangkut melainkan dibawa dari tangan ke tangan, simbol aktivitas pekerja kolaboratif dan juga sebagai pengabdian kepada penguasa mereka. Sepuluh menara di setiap sisi benteng terbuat dari batu bata tipis yang dibakar yang tidak hanya ditambahkan ke dinding benteng, tetapi juga memberikan tampilan halus pada benteng, sebuah fitur unik dari benteng. Di tiap menara pengawas, ada dua senjata klasik. Sisi barat terdapat ruang bawah tanah kecil mewujudkan fitur sejati benteng. Ada legenda yang mengatakan bahwa ruang bawah tanah ini adalah tempat menyimpan emas.

Abbasiyah dari Punjab diyakini telah mengambil alih benteng ini pada tahun 1735 dari keluarga Jaisalmir, namun, pada tahun 1747 Benteng sempat terlepas dari tangan Bahawal Nawab Khan sebelum penaklukan Shikarpur. Akhirnya Nawab Khan Mubarak lah yang kemudian mengambil benteng ini kembali pada 1804.


DAFTAR PUSTAKA



Jumat, 11 Maret 2016

KONSEVARSI ARSITEKTUR MONUMEN NASIONAL


AJI MAULANA
20312520
4TB04

KONSEVARSI ARSITEKTUR MONUMEN NASIONAL

KONSERVASI MUSEUM BANK INDONESIA
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monasatau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presidenSukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen dan museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00 WIB. Pada hari Senin pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum.
Gambar 1. Monumen Nasional

Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai merencanakan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulaiProklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.[1][2][3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.

Gambar 2. Relief sejarah

Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 -1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah.

Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 olehPresiden Republik Indonesia Soeharto.[4][5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir,Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Gambar 3. Interior Monumen Nasional

Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari. Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato[7] sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.

Gambar 4. Ruang Kemerdekaan

Gambar 5 Pelataran Diatas Monas

          Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kotaJakarta. Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram[1], akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.[9] Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramatProklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA



Konservasi Arsitektur Istana Bogor


AJI MAULANA
20312520
4TB04

KONSEVARSI ARSITEKTUR ISTANA BOGOR

KONSERVASI MUSEUM BANK INDONESIA
Istana Bogor merupakan salah satu dari enam Istana PresidenRepublik Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri dikarenakan aspek historis, kebudayaan, dan faunanya. Salah satunya adalah keberadaan rusa-rusa yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap terjaga dari dulu sampai sekarang.
Saat ini sudah menjadi trend warga Bogor dan sekitarnya setiap hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya berjalan-jalan di seputaran Istana Bogor sambil memberi makan rusa-rusa indah yang hidup di halaman Istana Bogor dengan wortel yang diperoleh dari petani-petani tradisional warga Bogor yang selalu siap sedia menjajakan wortel-wortel tersebut setiap hari libur. Seperti namanya, istana ini terletak di Bogor, Jawa Barat.
Gambar 1. Istana Bogor

Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran". Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.
Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1744 dan berbentuk tingkat tiga, pada awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Berangsur angsur, seiring dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur JenderalBelanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas bangunan 14.892 m².
Namun, musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat.
Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur JenderalAlbertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.
Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang.
Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia.
Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto. Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu orang.
Pada 15 November 1994, Istana Bogor menjadi tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pasific Economy Cooperation), dan di sana diterbitkanlah Deklarasi Bogor. [1] Deklarasi ini merupakan komitmen 18 negara anggota APEC untuk mengadakan perdangangan bebas dan investasi sebelum tahun 2020.
Pada 16 Agustus 2002, pada masa pemerintahan Presiden Megawati, diadakan acara "Semarak Kemerdekaan" untuk memperingati HUT RI yang ke-57, dan dimeriahkan dengan tampilnya Twilite Orchestra dengan konduktorAddie MS
Pada 9 Juli 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melangsungkan pernikahan anaknya, Agus Yudhoyono dengan Anisa Pohan di Istana Bogor.zeron
Pada 20 November 2006 Presiden Amerika Serikat George W. Bush melangsungkan kunjungan kenegaraan ke Istana Bogor dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan singkat ini berlangsung selama enam jam.

Gambar 2. Landscape IstanaB Bogor

Sebelumnya Istana Bogor dilengkapi dengan sebuah kebun besar, yang dikenal sebagai Kebun Raya Bogornamun sesuai dengan kebutuhan akan pusat pengembangan ilmu pengetahuan akan tanaman tropis, Kebun Raya Bogor dilepas dari naungan istana pada tahun 1817.
Istana Bogor mempunyai bangunan induk dengan sayap kiri serta kanan. Keseluruhan kompleks istana mencapai luas 1,5 hektare.
Bangunan induk Istana Bogor terdiri dari:
·         Bangunan induk istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan upacara.
·         Sayap kiri bangunan yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing.
·         Sayap kanan bangunan dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang berkunjung.
·         Pada tahun 1964 dibangun khusus bangunan yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden dan keluarganya, bangunan ini termasuk lima paviliun terpisah.
·         Kantor pribadi Kepala Negara
·         Perpustakaan
·         Ruang makan
·         Ruang sidang menteri-menteri dan ruang pemutaran film
·         Ruang Garuda sebagai tempat upacara resmi
·         Ruang teratai sebagai sayap tempat penerimaan tamu-tamu negara.
·         Kaca Seribu
Gambar 3. Ruang Garuda

DAFTAR PUSTAKA